Rahasia Tersembunyi Di Dalam Usus Panda
Hewan mamalia yang biasanya diklasifikasikan ke dalam keluarga beruang ini, memiliki
keunikan tersendiri, menyukai dan memakan bambu. Panda raksasa, hewan
yang menjadi ciri khas negeri China, ternyata tidak begitu saja
mengonsumsi bambu.
Menurut studi yang dipublikasikan
di jurnal Proceedings of National Academy of Sciences, ada
mikroorganisme di usus mereka yang membantu mencerna tumbuhan itu, meski
usus mereka sebenarnya lebih cocok untuk makan daging.
Di dunia satwa, panda (Ailuropoda melanoleuca) merupakan hewan yang paling pilih-pilih
dalam urusan makanan. Di alam bebas, mereka makan lebih dari 12
kilogram bambu setiap hari dan hanya sedikit mengonsumsi makanan lain.
Meskipun
secara taksonomis ia adalah karnivora, makanannya seperti herbivora,
sebagian besar tumbuh-tumbuhan, hampir semua hanya bambu saja. Mereka
perlu makan sebanyak itu, karena meski bambu mengandung protein, gula,
lemak, dan nutrisi lain, sebagian besar kalorinya terkunci di serat
selulosa yang sulit dicerna.
Secara
teknis, seperti banyak hewan, panda adalah omnivora (Bisa disebut
Karnivora, Omnivora, Herbivora), karena diketahui mereka juga makan
telur, dan juga serangga selain bambu. Kedua makanan ini adalah sumber
protein yang diperlukan. Telinganya akan bergerak-gerak saat mereka mengunyah.
Panda
Besar juga masih bersaudara dengan Panda Merah, tetapi mereka dinamai
mirip sepertinya karena kebiasaan mereka memakan bambu. Sebelum
hubungannya dengan Panda Merah ditemukan pada tahun 1901, Panda Besar
dikenal sebagai beruang berwarna dua.
Selama puluhan tahun, klasifikasi taksonomi panda yang tepat diperdebatkan, karena baik Panda Besar maupun Panda Merah memiliki
ciri-ciri seperti beruang dan rakun. Namun, pengujian genetika
mengungkapkan, bahwa Panda Besar adalah beruang sejati dan termasuk
keluarga Ursidae.
Saudara
terdekatnya dalam keluarga beruang adalah Beruang Berkacamata di
Amerika Selatan. Sekarang masih diperdebatkan apakah Panda Merah
termasuk keluarga Ursidaea atau keluarga rakun, Procyonidae.
Dari sebuah penelitian terhadap dua ekor panda, nama China-nya berarti "kucing-beruang" (bisa juga dibaca dibalik
tanpa mengubah arti), diketahui bahwa 92 persen selulosa dan 73 persen
hemiselulosa pada bambu yang dimakan panda hanya ‘numpang lewat’ dan
berakhir di feses.
Sebagian besar herbivora mengembangkan cara untuk memecah selulosa menjadi gula. Sebagai contoh, sapi dan hewan lain memiliki sistem pencernaan rumit yang memiliki beberapa perut yang penuh dengan mikroba. Mereka mencerna berkali-kali untuk mengekstrak nutrisi dalam jumlah maksimal.
Namun
panda merupakan beruang, hewan yang umumnya mengonsumsi daging dan
tidak memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mencerna selulosa atau
memiliki mikroba seperti hewan herbivora.
Dari
survei terhadap usus panda, ternyata hewan itu punya mikroorganisme
yang sama seperti beruang hitam, beruang kutub, dan pemakan daging
lainnya.
Fuwen
Wei, ekolog dari Institute of Zoology, Chinese Academy of Sciences di
Beijing kemudian memperhatikan lebih lanjut mikroba yang hidup di dalam
usus panda.
Mereka mengumpulkan sampel dari 7 ekor panda liar di pegunungan Qinling dan Xiangling di China tengah dan barat, serta 8 ekor panda yang ada di penangkaran untuk diteliti DNA, bakteria dan juga gen mikrobial yang ada di usus mereka.
Meski panda liar
dan panda yang ada di penangkaran mengonsumsi makanan serta punya gaya
hidup yang berbeda (panda di penangkaran memakan lebih beragam makanan
termasuk buah dan susu), mereka cenderung memiliki spesies mikroba yang sama di ususnya.
Kedua
kelompok beruang itu punya enzim yang memecah selulosa menjadi gula
yang lebih sederhana. Enzim mikrobial itu membantu panda mengekstrak
energi lebih banyak dari sedikitnya jumlah bambu yang berhasil mereka
proses.
Mikroba
ini merupakan bagian dari adaptasi evolusioner, selain rahang dan gigi
yang kuat, jari dan tulang yang memungkinkan mereka mencengkram tangkai,
yang membantu panda hidup hanya dari bambu, meski mereka punya sistem
pencernaan hewan karnivora.
Meski
demikian, Ruth Ley, mikrobiolog dari Cornell University, New York
menyebutkan, panda juga punya enzim pencerna selulosa yang lebih
sedikit, dibandingkan spesies herbivora non eksklusif seperti manusia.
"Kami melihat panda sebagai hewan yang beradaptasi dengan buruk. Cara utama bagaimana panda beradaptasi terhadap makanan berkualitas
rendah bukanlah lewat mikrobiota seperti sebagian besar hewan lain,
tetapi dengan cara makan terus menerus selama 15 jam per hari," ucapnya.
Panda
Besar termasuk spesies yang terancam punah, terancam oleh kehilangan
habitat dan tingkat kelahiran yang sangat rendah, baik di alam maupun di
kandang. Sekitar 1.600 diyakini masih hidup di alam. Panda Besar
dijadikan lambang World Wildlife Fund (WWF), organisasi pelestarian alam.
Hewan satu ini memang sangat menggemaskan. Maka tak heran, jika Kung Fu Panda menjadi film animasi komedi liburan musim panas untuk semua umur yang di rilis tahun 2008, dengan tokoh utama seekor panda, yang suaranya diisi oleh Jack Black.
Sumber : apakabardunia.com, Wikipedia©
Tidak ada komentar:
Posting Komentar